KABAR TERKINI ::.
Cerita Sertijab Menkumham: Yasonna Mengenang Istri dan Janji Supratman
Dua bulan menjelang akhir periode Kabinet Indonesia Maju (KIM), hampir seluruh pegawai dan petugas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di seluruh Indonesia kompak berkumpul secara luring dan daring, Selasa (20/8/2024).
Bukan untuk rapat, melainkan untuk menyaksikan serah terima jabatan sosok nomor satu di kementerian tersebut saat "detik-detik akhir" periode 2019-2024. Ya, serah terima jabatan dari Yasonna Laoly kepada Supratman Andi Agtas.
Reshuffle alias perombakan susunan kabinet kali ini memang menjadi sorotan publik. Selain karena dilakukan saat detik-detik akhir pemerintahan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), perubahan kali ini, terutama terhadap MenkumHAM menjadi sorotan hingga menimbulkan berbagai spekulasi.
Diketahui, Yasonna merupakan kader dari PDIP, sementara Supratman adalah kader Gerindra. Namun di balik spekulasi dan "huru-hara" yang ada, keduanya mengaku memiliki hubungan baik sebagai sahabat.
Saat serah terima jabatan di Graha Pengayoman, Jakarta, Yasonna dan Supratman tampak hadir dan duduk dengan tersenyum di kursi masing-masing. Di belakang keduanya, tampak pula sederet anggota keluarga Yasonna dan Supratman yang duduk untuk menyaksikan prosesi serah terima jabatan Menkumham.
Sementara itu, sejumlah pegawai tampak duduk di dalam aula, sebagian lagi berdiri rapi di luar aula, dan beberapa lainnya yang tersebar di luar Jakarta turut bergabung melalui telekonferensi alias daring. Tak hanya itu, para anggota Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Politeknik Imigrasi pun tampak berdiri gagah untuk melaksanakan tradisi pedang pora.
"Yang saya kasihi, seluruh jajaran Kementerian Hukum dan HAM dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote, di mana pun Anda berada, my heart goes for you," ucap Yasonna dalam sambutannya, Selasa (20/8/2024).
Yasonna: Saya dan Pak Supratman Punya Power dan Point
Dalam sambutannya, eks Menkumham berusia 71 tahun itu menekankan bahwa 10 tahun kurang dua bulan dari pengabdiannya di KemenkumHAM bukanlah waktu yang singkat. Pada akhir masa jabatannya, ia memboyong keluarga besar ke Graha Pengayoman untuk hadir menyaksikan momen terakhirnya di Kemenkumham.
Yasonna bercerita bahwa saat keluarga adalah sosok yang paling setia menemaninya selama berkiprah di dunia politik, termasuk sebagai Menkumham. Namun, ada nada haru saat ia mengenang almarhum istri, Elisye Widya Ketaren.
"Tentunya dengan almarhum istri saya. Hari ini saya yang enggak bersama dia," kata Yasonna. "I wish my wife stand here by me (Saya berharap istri saya berdiri di sini bersama saya). Kita ini telah berjuang dari awal, from rock bottom sampai mencapai puncak karier saya sebagai Menteri Hukum dan HAM," sambungnya.
Pada detik-detik terakhir meninggalkan Kemenkumham Yasonna tak henti mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja sama yang telah dilakukan oleh seluruh jajaran Kementerian yang dipimpinnya selama hampir 10 tahun itu. Tak lupa, ia juga meminta hal serupa turut diberikan kepada Supratman selaku penggantinya untuk dua bulan terakhir periode kabinet.
Sosok kelahiran Sorkam, Sumatra Utara itu menegaskan bahwa ia dan Supratman adalah sahabat baik sejak lama yang sering bekerja sama sebagai politikus. Latar belakang keduanya yang diklaim hampir serupa membuat keakraban Yasonna dan Supratman semakin erat.
"Saya minta kepada saudara-saudara semua, berikan dukungan kepada sahabat saya Pak Supratman karena dengan beliau saya sudah berteman lama. Beliau sebagai anggota DPR RI dan pimpinan Baleg (Badan Legislasi), kerja sama kami sangat baik," kata Yasonna.
"Saya dan beliau ini punya kemiripan yang hampir sama. Sama-sama dosen latar belakangnya, masuk politik, sama-sama politisi dan masuk DPR RI," sambungnya.
Yasonna bercerita bahwa ia dan Supratman seakan "tukar nasib". Pada 2014, Yasonna mengenang momen ia tak terpilih sebagai Anggota DPR RI. Saat itu, Yasonna sempat bertanya-tanya mengapa ia tak lolos parlemen. Sebab, ia memiliki "bekal" sebagai Ketua Fraksi PDIP MPR RI hingga Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI.
"Tapi nasib berkata lain, Tuhan Maha Baik, God has been all the way good to me," ucap Yasonna.
Tak hanya itu, Yasonna pun turut mengenang saat ia masih menjadi masyarakat sipil yang ingin mengurus paspor di Kantor Imigrasi Medan pada 1983 lalu. Ia menyebut, pada saat itu proses mengurus paspor sangat rumit dan penuh suap-menyuap. Bahkan, proses wawancara pun disebut "mengerikan".
"Panjang sekali sampai wawancara terakhir. Muka garang-garang semua. Untung enggak digagalkan. Kalau digagalkan dan saya tahu orangnya, mati dia sekarang. Mati betul dia," gurau Yasonna.
"Jadi saya mau titipkan kepada teman-teman imigrasi. Hati-hati, orang yang kalian layani suatu saat bisa jadi bos kalian. Jangan sampai Pak Supratman di Palu ngurus paspor kalian susahkan, sekarang kalian rasakan. Pasti dia cari siapa itu barang itu," sambungnya masih dengan nada bergurau.
Menjelang akhir pidatonya, Yasonna mengatakan bahwa jika diibaratkan, ia dan Supratman adalah sosok yang memiliki power dan point. Sebab, mereka adalah akademisi dan politisi.
"Saya dan Pak Supratman sama, sama-sama akademisi yang menjadi politisi, tetapi parahnya itu kalau sudah masuk politik akan addicted dan lengket di situ. Lupa sama kampus," beber Yasonna
"Bedanya politisi dan akademisi saya selalu mengatakan: "Like Powerpoint." Kalau akademisi punya point, tapi tidak punya power. Namun kalau politisi itu punya power, tapi tidak punya point, unfortunately. Nah, untungnya kami ini akademisi dan politisi, punya power dan point," lanjutnya.
Terakhir, Yasonna mengingatkan kepada seluruh jajaran Kemenkumham bahwa rotasi, mutasi, dan promosi dalam politik adalah hal yang lumrah. Maka dari itu, ia meminta seluruh pihak untuk tidak bersungut-sungut.
Supratman: Waktu Saya Tidak Cukup 100 Hari
Usai Yasonna turun dari mimbar, giliran Supratman menyampaikan pidato perdananya sebagai Menkumham RI. Dalam pembukaannya, Supratman bersyukur atas kehadiran sang ibu yang menyaksikan momen ia berdiri di atas mimbar sebagai menteri.
"Alhamdulillah pada sore ini saya juga ditemani oleh keluarga besar saya, kebetulan ibu kandung saya. Terima kasih, beliaulah yang melahirkan dan mendidik saya sampai seperti ini," ucap Supratman.
Usai memperkenalkan seluruh anggota keluarga yang hadir, Supratman bercerita bahwa ia sempat bertemu dengan sejumlah pihak yang menanyakan rencana selama menjabat sebagai Menkumham RI.
Dengan nada bergurau, Supratman mengaku bahwa ia memiliki waktu yang tak cukup untuk melanjutkan program-program kerja Kemenkumham RI selama sisa periode 2019-2024.
"Saya sampaikan sambil bercanda 'Pak, waktu saya sudah tidak cukup 100 hari'. Namun demikian, sebagai sebuah komitmen saya pertama tentu yang harus saya lakukan adalah belajar untuk menghafal Mars Kemenkumham. Itu tugas pertama," kata Supratman.
Secara serius, Supratman menegaskan bahwa ia akan menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sedang dibahas atau diharapkan selesai di Parlemen, termasuk revisi Undang-Undang (UU) Perkoperasian, RUU Tentang Paten, dan proses revisi sejumlah UU lain.
"Maju tidaknya, terwujud tidaknya semua proker di Kemenkumham akan sangat tergantung kepada Prof. Yasonna lewat fraksinya dan tentu juga menjadi kewajiban saya untuk berkomunikasi dengan seluruh fraksi yang ada di Parlemen," tegas Supratman.
"Oleh karena itu kepada seluruh jajaran Kemenkumham, saya hanya berharap bahwa apa yang telah dicapai oleh Prof. Yasonna mari untuk kita lanjutkan, mungkin ada yang kurang, kita perbaiki. Oleh karena itu sekali lagi saya ucapkan terima kasih," sambungnya.
Usai menyampaikan pidato dan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan, Yasonna dan Supratman pun mengakhiri rangkaian serah terima jabatan dengan menyalami seluruh pihak yang hadir.
Tak hanya sampai situ, Supratman yang telah dikalungi bunga pun turut mengantar kepulangan Yasonna dari lingkungan kantor Kemenkumham. Saat berjalan menuju parkiran mobil, keduanya yang tampak berjalan dengan tersenyum didampingi oleh taburan bunga dari para pegawai dan pedang pora.
"Saya ucapkan selamat kepada Pak Supratman. Saya meminta kepada seluruh jajaran dari Sabang sampai Merauke untuk mendukung beliau," tutup Yasonna.
Begini Tampilan Desain Baru Paspor Indonesia Warna Merah
Desain baru Paspor Indonesia dalam rangka merayakan HUT ke-79 RI telah diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi pada Sabtu (17/8) di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta.
Menkumham Yasonna Laoly meresmikan langsung desain baru paspor tersebut. Dengan desain baru, paspor Indonesia sekarang sampulnya berwarna merah, setelah sebelumnya hijau.
Selain perubahan pada warna sampul dari hijau menjadi merah, paspor Indonesia juga mendapatkan upgrade fitur keamanan. Ditjen Imigrasi mengklaim paspor anyar ini memakai teknologi terbaru yang telah disesuaikan dengan standar dan regulasi Internasional Civil Aviation Organization (ICAO).
Paspor Indonesia dengan desain baru tersebut secara visual lebih mencerminkan identitas Indonesia, terutama unsur warna yang digunakan memiliki nuansa merah dan putih.
"Warna yang identik dengan Indonesia, yang membawa semangat perjuangan Indonesia, yaitu merah dan putih," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim, seperti dilansir Antara, Minggu (18/8).
Dia memaparkan pada setiap lembar isi paspor, desain yang digunakan adalah 33 motif kain nusantara. Selain itu, terdapat pula motif-motif yang menunjukkan kekayaan khas daerah, seperti rumah tradisional.
"Kenapa kain nusantara? Kita banyak tidak tahu bahwa ada 5.849 motif kain dari Sabang sampai Merauke. Kenapa kita tidak ambil? Desain paspor Indonesia bisa juga menceritakan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia," jelas Silmy.
Meskipun telah diluncurkan pada 17 Agustus 2024, desain baru paspor Indonesia ini, menurut Silmy Karim, baru akan berlaku tahun depan atau 2025.
Rencana perubahan desain paspor Indonesia sudah diungkapkan sejak April 2024. Kementerian Hukum dan HAM memang sengaja akan menerbitkan desain paspor baru Indonesia pada 17 Agustus 2024 sebagai kado.
Dirjen Imigrasi Kunker ke Kantor Imigrasi Cirebon
Menkumham Yasonna Laoly Raih Gelar Sinatria Pinayungan
Menkumham R.I Yasonna H. Laoly hari ini menandatangani dan menyerahkan 35 Sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) kepada Baresan Olot Masyarakat Adat (BOMA) untuk 10 Kabupaten/Kota di Sekretariat BOMA JABAR Alam Sentosa, Kawasan Ekowisata dan Budaya Jawa Barat, Jl. Pasir Impun Atas 5A, Kabupaten Bandung, Selasa (23/7/2024).
10 kab/kota di Jabar yang menerima sertifikat KOK tersebut yakni Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, Kota Banjar, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bogor.
Perubahan RUU Keimigrasian: Regulasi Baru untuk Menjawab Tantangan Masa Kini & Masa Depan
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menggelar Dengar Pendapat Publik untuk perubahan Rancangan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Senin (15/07/2024), sebagai implementasi pasal 90 dan 96 Undang-undang nomor 12 tahun 2011 yang mengamanatkan adanya partisipasi publik dalam setiap pembuatan undang-undang.
Sejumlah perwakilan kementerian/lembaga, akademisi serta masyarakat umum turut hadir berpartisipasi dalam Dengar Pendapat yang diselenggarakan di salah satu hotel di Jakarta Selatan.
Masyarakat yang hadir di antaranya berasal dari komunitas Himpunan Keluarga Antar Negara, Indonesia Diaspora Network, Aliansi Pelangi Antar Bangsa dan Perkumpulan Perkawinan Campuran Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menyebutkan bahwa regulasi keimigrasian yang ada saat ini sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dinamika keimigrasian yang terjadi.
“Penting bagi kita untuk punya regulasi keimigrasian yang baru, yang tidak hanya dapat menjawab tantangan masa kini tetapi juga dapat mempersiapkan kita untuk menghadapi masa depan,” ujar Silmy.
Pernyataan tersebut diaminkan oleh Fahri Bachmid, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia yang menjadi salah satu narasumber. Fahri menyatakan bahwa sebuah undang-undang dibentuk untuk memiliki daya lenting agar mampu mengakomodasi visi negara setidaknya selama 20 tahun ke depan. Fahri juga menjelaskan bahwa pada saat Undang-undang 6/2011 dibentuk masih belum mengantisipasi kompleksitas pelaksanaan tugas-fungsi imigrasi di masa kini